sumber : sakageolog |
Ditahun 2003 PT Freeport Indonesia mengaku mengaku telah membayar TNI untuk mengusir penduduk di wilayah sekitar tambang untuk meninggalkan lokasi pertambangan. Dikutip dari New York Times Desember tahun 2005, jumlah uang yang dibayarkan dari tahun 1998-2004 hampir mencapai jumlah 20 juta dollar AS. Kemudian ada juga tambahan 10 juta dolar (sekitar Rp 92 miliar) yang juga dibayarkan kepada militer dan polisi pada jangka waktu itu sehingga totalnya sekitar Rp 276 miliar. Freeport dilaporkan sering melakukan penganiayaan terhadap warga sekitar, ditahun 2011 Petrus Ajam Seba seorang buruh dilaporkan terbunuh. Seorang ahli antropologi asal Australia, Chris Ballard, yang pernah bekerja untuk Freeport, dan Abigail Abrash, seorang aktivis HAM dari Amerika Serikat, memperkirakan, sebanyak 160 orang telah dibunuh oleh militer antara tahun 1975–1997 di daerah tambang dan sekitarnya.
Sebuah studi bernilai jutaan dolar tahun 2002 yang dilakukan Parametrix, perusahaan konsultan Amerika, dibayar oleh Freeport dan Rio Tinto, mitra bisnisnya, yang hasilnya tidak pernah diumumkan kepada publik mencatat, bagian hulu sungai dan daerah dataran rendah basah yang dibanjiri dengan limbah tambang itu sekarang tidak cocok untuk kehidupan makhluk hidup akuatik. Laporan itu diserahkan ke New York Times oleh Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. New York Times berkali-kali meminta izin kepada Freeport dan pemerintah Indonesia untuk mengunjungi tambang dan daerah di sekitarnya karena untuk itu diperlukan izin khusus bagi wartawan. Semua permintaan itu ditolak. Freeport hanya memberikan respon secara tertulis. Sebuah surat yang ditandatangani oleh Stanley S Arkin, penasihat hukum perusahaan ini menyatakan, Grasberg adalah tambang tembaga, dengan emas sebagai produk sampingan, dan bahwa banyak wartawan telah mengunjungi pertambangan itu sebelum pemerintah Indonesia memperketat aturan pada tahun 1990-an.
Nabib Nabiel Almusawa Komisi IV DPR menyampaikan masyarakat sekitar freeport kesulitan mendapatkan air bersih karena kerusakan hutan dan limbah yang mencemari kawasan perairan, yang berasal dari buangan limbah PT freeport ke badan sungai Ajkwa. Bukan hanya mengakibatkan susahnya air bersih tapi juga menyebabkan biota sungai dan biota laut. Freeport telah membuang tailing dengan kategori limbah B3 (Bahan Beracun Berbahaya) melalui Sungai Ajkwa. Limbah ini telah mencapai pesisir laut Arafura. Tailing yang dibuang Freeport ke Sungai Ajkwa melampaui baku mutu total suspend solid (TSS) yang diperbolehkan menurut hukum Indonesia. Limbah tailing Freeport juga telah mencemari perairan di muara sungai Ajkwa dan mengontaminasi sejumlah besar jenis mahluk hidup serta mengancam perairan dengan air asam tambang berjumlah besar.
Hampir seluruh penduduk miskin Papua adalah warga asli Papua. Jadi penduduk asli Papua yang miskin adalah lebih dari 66% dan umumnya tinggal di pegunungan tengah, wilayah Kontrak Karya Frepoort. Kepala Biro Pusat Statistik propinsi Papua JA Djarot Soesanto, merelease data kemiskinan tahun 2006, bahwa setengah penduduk Papua miskin (47,99 %). Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Papua Barat memang menempati peringkat ke 3 dari 30 propinsi di Indonesi pada tahun 2005. Namun Indeks Pembangunan Manusi (IPM) Papua, yang diekspresikan dengan tingginya angka kematian ibu hamil dan balita karena masalah-masalah kekurangan gizi berada di urutan ke-29. Lebih parah lagi, kantong-kantong kemiskinan tersebut berada di kawasan konsesi pertambangan Freeport.
pustaka : wikipedia, Republika, eramuslim
informasinya menarik sekali nih... makasih banyak buat infonya.....
ReplyDeletemakasih juga sudah berkunjung & berkomentar
ReplyDeletematerinya berat :D tapi bagus, bisa menambah wawasan ;)
ReplyDeletekita berhak tau mengenai negara kita walau berada diujung sana :)
DeleteUSIR FREEPORT DARI BUMI NUSANTARA...!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!11
ReplyDelete